Semestinya demikian. Sayangnya ni happily ternyata gak ever after. Karena si kopaja yang saya naiki rupanya disopiri mantan artis kuda lumping. Bukan karena doyan makan beling, tapi karena bisa bikin bis kopaja ini melompat-lompat. Ajrut-ajrutan.
Sepertinya semangat si sopir adalah bisa ngebut macam di sentul. Apadaya jalanan macet. Sehingga tiap sebentar dia ngegas tiap sebentar pula dia ngerem. Mendadak pastinya. Bikin penumpang terlonjak-lonjak, terlempar-lempar dan sport jantung.
Mulanya saya dapat duduk di kursi paling depan bagian kiri. Sebalnya, di depan dengkul takda besi pembatasnya. Alhasil beberapa kali saya terlonjak ke depan hampir tersuruk ke arah 'bangku artis'. Itu lho tempelan bangku yg kalau terisi maka penumpangnya bisa separoh muka menghadap ke arah penonton eh penumpang karena posisinya menghadap pintu.
Begitulah saya sempat terlonjak dan terdorong dua kali. Sebel sudah pasti. Dan si kusir eh si sopir sepertinya belum mau berhenti. Malah semangat. Apalagi, percaya gak Anda semua, si kenek alias kondektur bolak balik tereak, Blooooo-em.... Blo-eeeem, hoyaaaaaa....hoyaaaaa yang suaranya itu nyata-nyata makin klop sama ajrut-ajrutannya si sopir dalam berkendara.
Yang ngomel dan merutuk-rutuk bukan satu dua penumpang lagi. Termasuk saya. Tapi si sopir kayaknya pake headset atau daon seledri di telinganya atau yang paling jelas ya memasang prinsip acuh baelah dalam aturan berkendaranya, hingga dia tetep saja penuh semangat membawa sang kopaja laksana tengah membawa boom-boom car, tapi di bagian sesi nubruk-nubruknya sahaja.
Setelah dua kali terlempar dan ikut merutuk, ada seorang ibu turun. Bangkunya, di sebelah kanan saya kosong. Sayapun pindah dan merasa sedikit lebih lega. Sebab sekarang ada pegangan di depan saya, yaitu kursi di depan saya.
Sambil menulis ini posting, si kenek masih saja tereak hoya-hoya. Dan si sopir masih membawa kopaja seenak jidatnya. Kami pun terpental-pental. Ajrut...ajrutan...ke kiri dan ke kanan. Untung saja saya bukan lagi si remaja, yang mungkin akan berkata, anjriiit sebagaimana saya biasa dengar para abege berkata begitu kalau njengkel dengan sesuatu. Tapi saya tak begitu. Saya malah bikin posting. Biar Anda semua tahu saya kesal. Tapi masih bisa menulis dan kemudian berbagi. Untuk kemudian senyum sendiri.
Hyaaaaaaaa......
Eh, ini bukan bermaksud nyaingin si kondektur ya!
-fe-