Heboh Ied 1433 H Agustus 2012

Mama, papa, kakak, abang dan zay, sesaat setelah sholat Idul Fitri dan beberapa saat sebelum boyongan ke Sumedang.

Say Cheezzzzz!

Idul Fitri memang waktu yang sangat menggembirakan. Bahkan si kecil Zay pun bisa mengendus aroma kegembiraan itu dan memberikan senyum terbaiknya. Say cheezzz...

Air Terjun "Curug Orok" Garut Jawa Barat

Papa dan Zay yang masih bayi 3 bulan alias masih pantas disebut orok berpose di depan lintasan air terjun orok. Dingin. Tapi alhamdulillah Zaydan ketawa-ketawa dan pulangnya tidak sakit.

Satu...Dua...Tiga....

Memanfaatkan masa rihlah bersama sahabat-sahabat, papa, mama, kakak, abang dan zay menikmati segarnya udara di air terjun curug orok, Garut. Alhamdulillah.

Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC

Bersama rekan-rekan wartawan saat melakukan kunjungan "foreign press tour" ke USA, sempat mampir ke Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC.

Wednesday, October 17, 2012

Kami Pun Kini Terkotak-kotak

Tren kotak-kotak melanda Jakarta!
Dimulai dari Jokowi, calon Gubernur Jakarta (waktu itu) yang membuat kotak-kotak jadi ngetren dan tahu-tahu jadi dimintai banyak orang.

Cuma bukan karena itu juga sih kalau tren ini lantas menyusup ke rumah kami. Sampai menerobos ruang tidur malah! Tetapi ini lebih diakibatkan karena si emak lagi butuh seprei baru. Dan juga karena emak ini sesungguhnya dari dulu kepingin kuliah kedokteran tapi nggak kesampean sehingga sebagai kompensasinya hingga saat ini bersikukuh menerapkan teori-teori ilmu hematologi secara praktis dalam keseharian (halaaaah muter-muter, bilang aja senangnya ngirit alias pengen baru en bagus harga murah! hihihi) maka keluarga kami pun jadi terkotak-kotak.

Itulah asal muasal bagaimana kita jadi punya barang baru dengan motif kotak-kotak. Soalnya setelah keliling di pasar kaget Kalibata dengan agenda "resmi" beli topi Zay, backpack Abangtiti, dan ketupat sayur padang, mata si emak melihat seprei dan ingat pada "kebutuhan" seprei baru.


Tanya punya tanya, pilih punya pilih akhirnya keputusan ditetapkan pada si seprei kotak-kotak yang kinclong ini. Harganya oke juga, 40 rebu saja sodara-sodara. Kualitasnya lumayan baik. Alias gak gatel, gak kasar dan gak berbulu. Udah standar baik untuk batasan seprei nyaman kan?

tetapi kenapa mesti yang kotak-kotaaaaaak? rame pula warnanya!
Eh, kok sewot, hihihihi, terserah sayah dong mau beli yang manah. Meskipun sebenarnya awalnya saya sempat naksir yang motif shaun the sheep dan kemudian sempat juga lebih naksir pada yang motif bunga-bunga warna marun.

Tetapi kemudian, si emak ingat bahwa di kamar tidur *yang cukup kecil dengan ukuran kasur nggak standar alias 140* bantal yang tersedia cukup banyak. 4 bantal biasa, dua bantal cinta besar dan satu bantal cinta kecil, Ih, penuh amat yak. Nah, itu berarti dibutuhkan sejumlah besar sarung bantal dong *plus tidak butuh sarung guling karena gapunya guling*

Mengingat standarnya seprei tu cuman dua, maka motif shaun the sheep atopun bunga marun agak sulit dimatchingkan dengan sarung2 bantal polos yang selama ini sudah dimiliki dan ternyata setelah diingat-ingat warnanya adalah: hijau, biru dan kuning.

Karena itulah sodara-sodara maka akhirnya dengan mantap dan yakin emak pun menunjuk pada si seprei kotak-kotak ceria beraneka warna itu dan membawanya pulang dan mencucinya dan menjemurnya dan memakainya malam itu juga (ya, benar sekali, step menyetrika di-skip :D)

Ternyata semua happy dengan kehadiran si seprei baru ini. Termasuk Zay yang jadi penghuni pertama "pencicip" si kotak-kotak. Dengan demikian, seiring dilantiknya Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta periode 2012- 2017, kami pun menerima kehadiran si kotak-kotak di ruang tidur kami.

Horeeee! Alhamdulillah




Tuesday, October 16, 2012

Spa Kok Aneh Banged

Di jalan sekarang suka ada orang bagi-bagi secuil informasi. Kenapa saya bilang secuil karena ukurannya memang kecil mungil. itungannya bukan leafleat dong ya. Brosur juga bukan. Stiker pun bukan karena ternyata gak ada bagian lengket buat nempelnya itu *ih, bahasanya mendasar banged haha*

Tapi, bukan itu poin yg mau diceritakan, tapi poin isi si "informasi" ini yang bikin dooooh.

Itu cuilan kerta ternyata adalah iklan. iklan spa *kalau lihat dari kata-katanya*. Spa, 2 Jam, 65 rebu. Murah dong tuh. Boleh juga ya?


Eeeits, jangan salah. Tapi ini sepertinya musti diwaspadai. Sebab iklan spa-nya rada aneh, "seram" gitu. Soalnya pakai gambar wanita muda berpose "gimana" gitu ya dengan gaya "mengundang" plus tambahan kata-kata seperti: Sekali lirik, OK sajalah. Juga kalimat: Cari tahu ada apa disini...


Lah...lah...lah spa apa ini kok pake "undangan misteri" begini. Ancurrr deh. Syereeem gitu loh. Mana itu dengan hebohnya dibagi-bagikan di perempatan lampu merah kepada para pengemudi baik motor, mobil bahkan juga pejalan kaki di pinggir-pinggir trotoar.

Waktu ada yang bagikan, langsung saya ambil dan simpan. Buat booking spa? ih, ya nggaklah. Tapi justru buat disharing disini. Agar semua waspada. Soalnya spa ini buatku spa aneh aja. Begitu nggak menurut Anda?

Friday, October 05, 2012

Sungguh Terlalu !

Yang terlalu memang suka keterlaluan. Aaarrrgh, begitulah. Terlalu banyak makan. Terlalu banyak tidur. Terlalu  banyak  begadang. Terlalu keterlaluan. Aaarrrghh.

Saya ternyata terlalu banyak mikir. Mau bikin tulisan dipikir-pikir. Enaknya apa ya, mulainya gimana. Trus, gambarnya apa. Trus eh, ini font bagusnya dibuat kecil atau besar ya. Trus…trus…setting layoutnya kelihatan enak dibaca apa gak ya?

Aarrrrgggh….

Akhirnya jadi kebanyakan mikir. Tahu-tahu jatah waktu habis. Teeettt…jam pulang datang *bukan beneran pakai bel sih, tapi pakai tilpun dari si penjemput galak, yang kalau  kelamaan nunggu  nunggu suka komplen dikerubut nyamuk hahaha, luv you hon!*

Begitulah. Calon tulisannya sih banyak. Mungkin udah dua setengah karung. Tapi ya itu tadi. Suka kebanyakan mikir. Jadi deh, nggak jadi-jadi. Sungguh terlalu. Aaaaarrrrrgh!

Tuesday, October 02, 2012

7 Tahun di Kelas Menulis




Tidak terasa sudah lebih 7 tahun mengajar kelas menulis yang dinamakan kelas "writing club" di SDIT Al-Hikmah. Rasanya sih baru kemarin gitu, diminta mengajar anak-anak "piyik" nan lucu dan imut itu. Tapi ketika kemarin ini bertemu salah seorang murid yang tahu-tahu sudah jadi anak SMA, waduuuh baru nyadar kalau sudah tua eh maksudnya sudah lama juga menjadi guru :D

Meski gak mudah mengajar di level SD ini *hmmm...nanti deh saya buat posting tersendiri soal ini* tapi jelas lebih banyak senangnya. Betapa senangnya melihat antusias murid-murid kecil ini dalam belajar. Dan betapa terhiburnya hati ini dengan beragam ekspresi yang mereka sampaikan.

Oh ya, soal ekspresi ini, adalah hal yang mungkin sudah jadi "icon" di kelas writing club. Anak-anak sudah hafal betul dengan beberapa kata mendasar di kelas menulis ini, diantaranya: ekspresi, detil, dan berani.

Ya, sebab kelas menulis yang kuasuh ini memang bukan kelas untuk "menyihir" kemampuan anak-anak menjadi jagoan menulis, tetapi lebih sebagai upaya untuk (awalnya) mendorong anak-anak mampu mengekspresikan apa yang mereka tahu, mereka rasa, mereka lihat, mereka dengar, mereka khayalkan dan mereka yakini ke dalam bentuk tulisan.

Maka, tulisan menyon-menyon, tanpa tata bahasa, bahkan tanpa keindahan imaji *wow, bahasanya* tetap bisa memperoleh nilai baik. Sebab, ekspresi diri mereka yang bisa dipindahkan dalam bentuk tulisan saja sudah sangat saya hargai.

Kenapa?

Karena seiring waktu mengajar, saya mendapati, permasalahan mendasar dari anak-anak kita agaknya bahwa mereka rata-rata tak mampu mengekspresikan apa yang mereka rasakan, mereka tahu, mereka khayalkan dan mereka yakini. 

Mungkin ini karena faktor pembiasaan. Mungkin juga karena masalah budaya. Dimana orang Indonesia katanya cenderung tidak ekspresif dan malu-malu dalam mengungkapkan pemikiran pun perasaan mereka. Atau mungkin juga karena pengalaman mengajarkan anak-anak betapa mengekspresikan diri ternyata kerapkali tidak menguntungkan secara sosial. Misalnya karena diejek (ingat bagaimana kalau kita mengacungkan jari untuk menjawab, teman-teman spontan akan berteriak cieeeeeeeee atau bahkan wuuuuuuuuu yang sontak membuat nyali menjadi ciut)

Itulah sebabnya, di awal-awal mengajar, saya tidak membicarakan bagaimana menulis cerita, pendapat atau bahkan sekedar "pengalamanku di waktu libur". Saya hanya meminta mereka mengekspresikan diri mereka dengan menyebutkan soal diri mereka. Apa yang mereka suka, yang mereka tak suka, kelebihan diri mereka, juga hal-hal yang berkenaan dengan perkenalan diri.

Dari sini saja saya sudah bisa melihat betapa masih banyak anak yang gamang dengan soal apa yang saya suka dan apa kelebihan diri saya. (mereka sangat banyaaak bertanya tentang ini). Dan pada akhirnya saya juga kerap sering tersenyum membaca hasil tulisan mereka.

Saya berharap, dimulai dari mereka mampu mengekspresikan diri, kemudian memindahkan pengetahuan, perasaan, khayalan, keyakinan mereka akan sesuatu dalam bentuk tulisan, mereka mampu mengenali diri mereka, membuka wawasan mereka, memupuk kepercayaan diri dan hup, akhirnya juga mampu menulis.


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More