Hujan pagi ini sungguh lucu. Berhenti sekejap, menderas lima kejap, berhenti dua kejap, menderas tiga kejap. Ah, kalau soal kejap-kejap ini tak valid benar minta maaflah, yang jelas, itu hujan turun setop turun setop bolak-balik dari subuh sampai waktu antar Zay ke Pegunungan Tibet datang.
Lepas antar Zay ke Pegunungan Tibet *dan tumben hari ini dia diserahterimakan tanpa mengamook* maka saya dan @koh jalan lagi. belok kiri-kanan, sampai di pancoran lalu @koh berhenti. eh, kok berhenti? ya ampuuun saya lupa, bukankah @koh dah kate tak bisa antar ke Senayan pagi ni kerana ada janji dengan Prof Uyeh *colek @ummindud*
Maka saya pun menanti kendaraan di perempatan lampu merah, lalu dengan semangat hematologi bertekad tak akan bermanja-manja naik taksi melainkan bus.
Semenit hingga sepuluh menit bis metromini 640 tak kunjung tiba sampai munculah kopaja 616 jurusan ke blok m. Wow, bakal jauh, tapi wow, daripada nggak ada progress kan. Maka saya pun naiklah. Menikmati jalan yang syukurnya tak terlalu macet hingga tahu bahwa di belokan setelah Pondok Karya ada Bank Syariah Mandiri Cabang Tendean baru buka. Oooow
Singkat kata sampailah kita di perempatan Mabes Polri. Nyebrang dan menanti bis kopaja 615 dengan tenang. Sayang, hingga 15 menit berlalu, bis tak kunnjung tiba. Jam hape *tak punya jam tangan sih* sudah menunjukkan pukul 10. 15. Waduh...waduh...padahal jam 11 ada rapat. Maka saya mulai gelisah, gundah dan goyah.
Akhirnya, ilmu hematologi menguap digantikan ilmu kawatirtelatologi yang sepertinya lebih memaksa. Maka tangan dilambaikan dan sepotong taksi putih pun berhenti. Taksi warna putih. Ya, ya, ya, untuk urusan naik taksi saya memang agak rewel, hanya percaya pada taksi-taksi bermerk tertentu untuk soal kenyamanan.
Saat naik, sopirnya ramah menyapa; selamat pagi, bu, kemana kita?
*Rumah Nenek!*
eh, salah, itu mah adegan di pelem Dora.
Saya menjawab, DPR, pintu belakang.
Sang sopir mengangguk dan mobil melaju. Menyebrang dari arah Mabes Polri, masuk di belakang Al-Azhar dan stuck. Wuiiiih, maceeeet.
"Macet begini, semua gak mau sabar deh," si sopir mulai buka suara. Soalnya sayup-sayup terdengar klakson bersahut-sahutan.
Saya yang biasanya males meladeni obrolan sopir taksi, apalagi kalau lagi capek, kali ini menjawab pendek, "iya Pak... kayak yang kalau diklakson jadi lancar ajah..."
maklum, pagi itu saya masih belum capek dan hati lagi deg2an kerana mau ada rapat jam 11, jadi ya ngobrol ringan nggak apa-apalah, toh si abang sopir ini sopan. Bukankah kata pepatah, eh kata sticker di angkot: Situ Sopan, Sini Segan? hihihi
Eh, tahunya si sopir nggak cukup bicara sampai di situ, dia malah melanjutkan...saya lantas menimpali, jadilah terjadi obrolan pagi yang cukup seru meski ngalor ngidul kesana kemari. Diantara, sebab susah kalau ditulis semua, adalah yang kayak begini...
"Mana beberapa jalan dah mulai ditutup lagi..."
"Oh ya, kenapa Pak? Banjir ya?"
" Iya, di jatinegara, udah banjir sebadan. Di petamburan juga. Daan mogot. semua."
"Bandara terganggu tuh ya?" saya ingat rekan kerja, Indon yang musti jemput mertuanya di Bandara.
"Iya, kebanjiran tuh cengkareng."
Lalu percakapan pindah topik
"Coba itu si Jokowi, katanya mau nambah 600 busway di bulan juni. Mana sekarang kopaja AC boleh masuk jalur busway."
"Masak sih Pa? Bukannya itu jalur khusus bis Transjakarta?" saya nanya
"Nggak, pada masuk situ. Mulai kemarenan. Nantinya semua kopaja dan metromini tuh bakal boleh masuk jalur itu."
"Oh ya? masak sih? Ini mah saya baru denger. Nggosip kali si Pak Taksi neh.
"Nanti kan semua kopaja dan metromini mau diremajakan, di acein," kata Pak Taksi
"Iya, saya denger mau diremajakan tapi gak tahu deh kalau pake rencana masuk jalan busway."
"Oh, pake Bu, kan nanti pintunya dibuat tiga, di tengah pintu tinggi biar pas sama halte busway, jadi nanti semua lewat situ."
"Ooooh ya?"
Tahu-tahu Pak Taksi nyambung begini
"Lihat aja, jalan busway kan sekarang dtinggiin, padahal mau ada 600 armada baru. Kalau di tengah mogok gimana coba?"
"terus ada mobil dan motor dan bus di belakang jalurnya..." saya manas-manasin
"Itulah, bakal susah pasti kan."
"Kira-kira ngurangin kemacetan gak ya?" saya sok pura-pura nanya
"Halah, gak bakalan. Apalagi tipe metromini. Huh, mau diganti nama dan dandanan kayak apa juga sama aja. Kelakuannya kan Ibu tahu sendiri metromini. Nanti dia keluar masuk jalur busway seenak dia deh."
"Makanya kan mau ditertibkan Pak, mau ditata."
"Yang musti ditata itu orangnya dulu. Coba lihat tuh Jokowi waktu ngecek metromini, ampe kaget kan, speedometer gada, ini itu gada, yangpenting bisa jalan aja kali."
"Masih bagus ada remnya kan Pak." Saya iseng lagi
"Itu dia, buat metromini, kadang rem itu kan ya puunan. Kalu belom nabrak puun belom berhenti."
Waduh, saya nggak bisa jawab. Serem sambil pengen ketawa geli.
Sunyi sebentar. Mobil melaju dikit.
"Nah, itu katanya, segala mau bikin MRT, Tol, Perumahan, Banjir Kanal, Jalan Layang, semua kok mau dilakuin begitu. Ya satu-satu dong."
Oh, dia rupanya mulai masuk topik kebijakan gubernur nih.
"Ngapain coba jadi gubernur blusukan kesana kemari, nggak ada wibawanya, kayak nggak bisa nyuruh anak buah aja."
Hmmm.hhmmm saya senyum -seyumn.
"mustinya sesekali aja ngontrol. kasih anak buah tugas gituh. biar berwibawa gitu jadi pejabat."
Hehehe, saya ketawa lagi.
"Kayak si Dahlan Iskan, malah pake nubruk. Saya bilang itulah pejabat lebay."
Ooh, ganti topik rupanya. Tapi masih mengkritik pejabat nih
"Maksudnya kan pengen ngetes mobil Pak, biar yakin."
"Ya kan bisa nyuruh anak buah."
"Kurang sreg kali, pengen nyoba sendiri."
"Ya jangan di jalan dong, di sentul sanah. Mau ngebut, mau terguling, mau rusak, kan tempatnya."
Hmm...hmmm... bener juga, pikir saya.
"Tapi orang memang suka nggak peduli orang laen. Suka ngaco. Kayak itu, masak demo, bikin kereta gak bisa jalan."
Nah,kali ini rupanya giliran mahasiswa disemprot. Si bapak rupanya sebel ama aksi mahasiwa UI yang atas dasar membela pedagang yang digusur dari pinggiran rel kereta api, lalu menduduki rel hingga kereta tak bisa lewat.
"Iya tuh Pak, say juga baca. Katanya menduduki rel."
"Sampe dua jam kereta gak jalan. Padahal kan ada orang mau cuci darah, apa mau nengok ibunya, apa mau kerja. Dipikir nggak sih. Itu kan merugikan merugikan masyarakat umum."
"iya Pak, bener."
"Lah kalau mau demo, sana dong ke kantor PJKA, kenapa dudukin rel kereta."
"Karena ngebela pedagang yang diusir dekat situ Pak. Padahal sih katanya tu pedagang memang make tanah PJKA." saya melah ngelantur.
"Nah itu berarti apa coba, artinya yang punya tanah bego yang make tanah goblok." Pak Taksi mengucapkan bego dan gobloknya dengan mantap sangat. wuiiih.
"Kalau mau larang dari awal. Ini udah bertahun-tahun baru dilarang. Bego kan namanya." katanya lanjut
"Iya sih..." saya males berdebat. Galak nih kayaknya si sopir. Tapi galak gaya baek gitu. Ah, bingung kan.
Masuk nih?
Ha, saya kaget. Oh udah deket gerbang kantor rupanya. "Iya pak..." jawab saya.
Setelah segala pemeriksaan ID dan buka bagasi taksi dilalui, taksi meluncur kembali sampai pintu masuk. Saya mencari-cari uang di dompet. Cari yang pas biar gapake lama-lama menanti kembalian.
"Jadi, situ kerja di sini nih?" tanya Pak Taksi, nadanya kayak siap mengkritisi lagi nih. Waduh.
"Ini pak, terima kasih ya." saya langsung buka pintu taksi dan meloncat turun. Sebelum giliran saya kena kritik. Hah. Segen,
Situ Sopan, Saya Segen. Bener deh. Hihi.
0 comments:
Post a Comment