Heboh Ied 1433 H Agustus 2012

Mama, papa, kakak, abang dan zay, sesaat setelah sholat Idul Fitri dan beberapa saat sebelum boyongan ke Sumedang.

Say Cheezzzzz!

Idul Fitri memang waktu yang sangat menggembirakan. Bahkan si kecil Zay pun bisa mengendus aroma kegembiraan itu dan memberikan senyum terbaiknya. Say cheezzz...

Air Terjun "Curug Orok" Garut Jawa Barat

Papa dan Zay yang masih bayi 3 bulan alias masih pantas disebut orok berpose di depan lintasan air terjun orok. Dingin. Tapi alhamdulillah Zaydan ketawa-ketawa dan pulangnya tidak sakit.

Satu...Dua...Tiga....

Memanfaatkan masa rihlah bersama sahabat-sahabat, papa, mama, kakak, abang dan zay menikmati segarnya udara di air terjun curug orok, Garut. Alhamdulillah.

Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC

Bersama rekan-rekan wartawan saat melakukan kunjungan "foreign press tour" ke USA, sempat mampir ke Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC.

Thursday, October 31, 2013

Mak "Pemalas" Sajikan Sukam

Akhir-akhir ini di rumah lagi "diteror" oleh pedagang sukam alias susu kambing. Ya, si @mindud sekarang jualan susu kambing yang menurut kabar lebih bagus dari susu sapi karena punya beberapa kelebihan, seperti misalnya, lebih mudah dicerna oleh tubuh manusia dan memiliki kandungan vitamin dan mineral lebih lengkap. gitu deh. 

Nah, karena kegigihan si @mindud dan juga karena saya brosing-brosing eh ternyata oh ternyata sukam ini memang kaya manfaat, saya pun tertarik mencoba beli. Mula-mula saya beli yang rasa kopi ginseng, secara saya ini pecinta kopi. Ngebayanginnya aja hmmmm bakalan asyik nih sukam rasa kopi ginseng. pastinya mantaaaafff...

tetapi sehari dua hari sampe seminggu bahkan sepuluh hari tu sukam rasa kopi ginseng yang sebenarnya menggiurkan itu masih tersimpan rapi dan rapat dalam kotaknya alias beloman dibuka. Alasannya: malas

Ish ish ish, tapi memang sih, sejak rutin beli dan minum susu UHT *tepatnya sejak dua tahun setengah lalu, seiring usia minum UHT si Zaydan* kami di rumah sudah terlena dengan keasyikan minum susu tinggal tusuk dan sedot. Enak pula.

Maka, si emak yang malas ini segera tanya pada @mindud apakah dia punya sukam siap minum. ternyata ada meski langka. itu adalah raw sukam yang merupakan sukam segar botolan. Musti ditaruh di friser dan kalau mau minum musti dipanaskan dengan merendam sang botol dalam air panas.

Weh weh weh, jadi mirip si Zaydan dulu kalau mau minum ASI saat emaknya ngantor dong. Minum ASI botolan yang dah disimpan di friser. Sementara sekarang maknya minum ASIK alias air susu ibu kambing. huehehehe

Diminumlah itu si raw sukam, tetapi meskipun saya tidak sedemikian menolak rasanya *karena saya suka minum susu sapi segar* tetap rasanya kurang okeh untuk dijadikan minuman ruitin harian.

So saya kembali tertarik pada si sukam bubuk lagi. Dan akhirnya mencicipi itu si sukam bubuk rasa kopi ginseng. Ternyata enak dan sayapun sudah siap dengan konsekuensinya karena diberi tahu jaoh-jaoh ari sama si @mindud bahwa sukam itu tidak sepekat susu sapi. jadi jangan kaget kalau anda minum sukam terkesan cair.

Tetapi setelah bikin pertama kali, tu sukam nggak diminum lagi. Soalnya, gitu deh, males bikinnya. Ish ish ish..... kok bisa males, sebab, pengalaman di rumah, supaya rasa minum sukamnya lebih mantap dan "nendang" tu sukam sebaiknya diblender dengan penambahan sedikit es batu macam bikin minuman pop ice atau diblender dan disimpan di kulkas

Jadilah saya macet lagi minum sukam, hingga beberapa hari kemudian @mindud nawar2in lagi sukam dengan rasa berbeda.

"Ayo, sekarang cobain lagi rasa yang lain. Strawberry, coklat, plain..." bujuknya

"Yang kopi aja masih ada."

"Kenapa gak diabisin? Ish, itu kan cuma buat 10 gelas, mestinya abis dua tiga hari."

"Males bikinnya. Kemarin nyobain pake diblender enak, tapi sekarang ngeblender susu sebelum minum rasanya males."

"Kenapa gak bikin sekalian aja sebungkus, dijadiin seliter atau dua liter trus simpen di kulkas. Kalau mau minum tinggal glek. Repot bikinnya kan jadi sekali doang, dua hari sekali."

Eh, eh, bener juga ya ide si @mindud. Layak dicoba tuh. Secara anak-anak dan si abah juga maunya minum susu tinggal sruput, kalau disuruh nunggu atau bikin blenderan pasti ogah, nah kalau dah sedia di kulkas tentu pada senang.

Maka, setelah obrolan itu, saya pun mempraktekkan pembuatan sukam versi literan. Hari pertama bikin sukam sesuai petunjuk di kotaknya, karena 200 cc air ditambah 20 gram susu, maka sekotak susu alias 200gr susu saya campur 2liter air dengan perbandingan 1 liter panas, 1 liter dingin. Semua diblender. 

Berhubung blender saya cuma berkapasitas kira2 1 liter saja maka saya membuat blenderan susu ini dua kali. Seliter pertama saya blender tanpa tambahan gula *buat saya dan zaydan* dan blenderan kedua saya beri tambahan gula *buat bapake dan anak2 yang dah pada gede-gede*

Setelah diblend, si susu ini segera disimpan dalam botol dan dimasukkan kulkas. Yang diberi tambahan gula dimasukkan botol ukuran seliter. yang non gula dimasukkan dalam dua botol 500 ml, dengan niatan, kalau mau ke kantor tinggal gotong, masukin tas. Hmmm....

Beberapa waktu kemudian, setelah dingin, susu ini siap untuk diminum. Tinggal tuang ke gelas dan srupuuuut. Nyam..... sedaaaaap

Begitulah, sesi kemalasan berhasil diatasi dengan cara bikin susu sekardus sekali bikin. tetapi masalah saya ternyata belum berakhir.

Dengan tersedianya susu di dalam kulkas dalam kondisi siap minum, ternyata ada peminum susu skala aktif yang beroperasi. Sehingga, susu yang semestinya habis diminum dua hari untuk berlima ini nyatanya seringkali hilang dalam semalam, dan hanya meliputi 3 tersangka utama. Saya, suami dan Zaydan. Akibatnya, susu cepat habis dan musti beli lagi. 

Kalau si tetangga yang jualan ni susu tahu, dia pasti bersorak gembira, karena dagangannya bisa laris. tapi sayang kecepatan habis si susu tidak berbanding lurus dengan kecepatan pengisian kantong. Sehingga saya harus mensiasati agar tidak terjadi jebolnya APBRT sebagaimana jebolnya APBN negara kita gegara subsidi BBM *ehm*

Maka, sukam harus diselingi dengan supi *susu sapi* atau saya harus berubah menjadi ibu rajin. yang membuat susu segelas-segelas saja agar konsumsi minuman segar asyik ini menjadi lebih terkendali hitungannya.

Deuh, kayak ngebahas apa aja ya... cuma urusan minum susu doang. Hahahahaha












Wednesday, October 30, 2013

Improvisasi Ala Zaydan

Dua tahun. Apa sih yang berubah dari diri kita dalam dua tahun. Sepertinya tidak terlalu banyak. Sedikit kelebihan tentu ada. Seperti misalnya kelebihan berat badan *oops* tapi soal lain-lain agaknya tidak banyak. Ada tetapi cenderung nampak biasa, tidak tergolong "wow" atau "menakjubkan"  

Lain ceritanya dengan Zaydan. Dalam waktu dua tahun banyak hal membuat saya terpana, ternganga dan terpesona. Dari orok imut takbisa apa-apa lalu bisa apa-apa. Dari hanya minum ASI lalu doyan segala rupa *itu artinya termasuk rendang, ikan asam padeh dan ais krim*. Dari seolah tak berdaya eh rasanya tahu-tahu lancar lari, lancar bicara. 

Pagi kemarin dia kembali membuat kejutan.

Waktu itu sekitar jam 8. Abang Kiki *yang tak sekolah* masih tidur. Saya, Sipapa dan Zaydan ada di ruang depan. Mau sarapan bubur ayam hasil mbeli di depan sana.

"Zay, coba bangunin Abang Kiki, bilang dipanggil Mama,"

Saya menyuruh Zaydan sebenarnya sambil ngetes aja, dia bisa gak si disuruh bangunin Abangnya. Kira-kira macam apa. Belum kebayang juga kalau dia bisa menyampaikan pesan soal "dipanggil mama". Saya masih menduga dengan kalimat perintah majemuk *taelah* yaitu 1) bangunin abang lalu 2) menyampaikan ke abang bahwa 3) mama memanggil abang setidaknya dia sampai pada masuk kamar abang dan menggusrahnya.

Ternyata

"Abaaaaaam... banuuuuuuung. Dipanggimamaaaa abaaaaam. Cepaaaaat."

Haaa? Subhanallah. Ternyata dia bisa lho. ya ampuuun. Jelas dan lugas. Abang, bangun! Dipanggil mama. Dan ada tambahan pula, cepaaaaat. huaaaa. kereeeeen. kereeeeeen. Saya dan suami ketawa senang. tapi lalu segera,

"Abaaaaaaam, banuuuung.damagiiip, soaaaaaat."

Eeeeeit, woooooo, malah improvisasi segala. Nyuruh bangun. Udah magrib. Sholaaaat.

Huehehehe. Saya dan suami jadi terkekeh-kekeh.

Itulah anak balita. yang jiwanya merekam segala. rupanya itu yang  biasa didengarnya. Gusrahan membangunkan abangnya untuk sholat. kadang abang Kiki memang perlu digusrah, untuk sholat subuh. Juga digusrah ke masjid untuk sholat magrib.

Dan itulah improvisasinya. Abaaaam, banuuung. Dah magriiib. Sholaaat..

Good Zaydan. Semoga menjadi anak sholeh yang muttaqin. Aamiiin

Thursday, October 24, 2013

Sweet Seventeen Suit Suiiit Part II

Well kemarin ini kan sempat menuliskan kalau di acara yang cukup khidmat itu ada seorang anak meraung-raung minta sedotan bengkok. Eh, ternyata adik saya, si @mindud sampai nyolek di jagad maya, menanyakan siapa gerangan si pembuat keonaran itu. Rupanya dia lupa, atau malah gak tau? 


Wah ketahuan deh, waktu acara akad nikah kakak tersayangnya ini itu anak lagi ngelencer ke meja hidangan kayaknya tuh :D

Jadi, waktu saya menikah di tahun 1996, 17 tahun lalu itu, saya sudah punya keponakan segambreng alias 8 butir. Keponakan tertua , @tatahulpih, usianya baru 9 tahun. Aha, kebayang dong betapa printilnya usia ponakan-ponakan saya yang lainnyah

Bukan cuma banyak *sekarang, per 2013 ini keponakan saya sudah menjadi 18 biji!* mereka juga berbeda-beda gaya. Ada yang banyak omong, ada yang *seolah-olah* pendiam, ada yang tukang makan, ada yang susah makan, ada yang pehobi susu, ada yang anti susu, ada bicaranya jelas lugas, ada yang ribed blipet gak jelas, ada yang kalau minta sesuatu merepet, ada yang gugulingan dan sebagenya...

Nah, salah seorang diantaranya, yaitu anak dari kakak tertua, termasuk yang doyan makan dan bicara rada blipet dan kalau minta sesuatu gugulingan.

Dia ini usianya waktu itu kalau gasalah 5tahun-an. Dan selepas minum susu botol, emaknya membiasakan dia minum pakai sedotan. Dia suka. Supaya lebih rapi emaknya kerap memberikan sedotan bengkok *itulah sedotan yang ada ulirnya* dia pun suka. Bahkan terbiasa. Dan rupanya, si emak ini menyediakan berlosin-losin sedotan bengkok di rumah  sehingga kapanpun anaknya mau minum, entah susu wal teh manis, si emak tinggal sambar itu sedotan bengkok.

Tapi.... ya ampuuuuun... ndilalah di acara super duper penting semacam pernikahan adik tercintanya, yaitu saya, si kakak tertua ini kok ya malah lupa bawa itu sajen keramat alias si sedotan bengkok. Walhasil, eng ing eng....

Saat akad nikah mulai berlangsung khidmat, si keponakan saya mulai merengek minta minum *sepertinya susu* ke ibunya. pleus sedotan bengkoknya juga tentu.

Ibunya cuma menyabar-nyabarkan. Ssst... stttt... bentar yaaa... gitu kira2 kakak saya membujuknya. Saya cuma lihat dari kejauhan kira2 3 meter deh jaraknya.

Acara terus berlangsung.

Si ponakan terus merengeng. Mi... mi... sedotan bengkok... sedotan bengkok....

Sssst.... ssst bentar yaaa

Acara masih berlangsung. Saya sendiri bisa melihat adegan "sedotan bengkok" ini karena waktu itu pernikahan kami pakai sistem pisah tamu undangan. Laki di depan, perempuan di dalam. Saya sebage penganten perempuan juga ikut "ngumpet" di dalam, di wilayah para tamu pleus keluarga perempuan.

Jadi, sementara *waktu itu calon* suami sedang khusyuk dan khidmat melantunkan ijab kabul, saya masih bisa menyaksikan adegan ponakan minta sedotan bengkok sambil numpak punggung emaknya.

MAU SEDOTAN BENGKOOOOOOK... sedotan bengkok... sedotan bengkoooooook

ya ampooooon, akhirnya karena kesal si emak gak juga memberikan yang dia mau... tu ponakan akhirnya berkeras suara dan mulai merengek, menangis, meraung

Sontak beberapa kerabat terkejut,  ibu saya melotot, saya nyengir, dan kakak tertua saya jadi misuh-misuh. Seingat saya, dia langsung sigap menggotong anaknya menjauh keluar ruangan. Entah kemana. Yang jelas akhirnya si anak yang merauang tidak lagi jadi bahan kekisruhan, karena ternyata akad pun usai. Saya pun resmi jadi isteri orang. Dengan senyum lebar plus cengar cengir. Bahagia? iya. Tapi juga karena lucu. Gimana nggak, itu momen tak terlupakan deh dalam hidup saya. Lagi khusyuk khidmat kok ya digusrah anak yang jejeritan minta sedotan bengkok.

Hahaha. 

Thursday, October 03, 2013

Sweet Seventeen Suit Suiiiiit Part I

Subhanallah... seperti baru kemarin menikah, tahu-tahu sudah lewat 17 tahun ajah. hehehe. Gitu deh, bulan lalu, sudah genap 17 tahun saya menikah. Tuh yang dipajang itu fotonya. Kalau lihat foto ini jadi senyum sendiri, soalnya kok ya di foto itu, kelihatan banget masih pada imut, kuyus dan apa ya .... jadul banget. hehe

Tapi di satu sisi senang juga melihat betapa sederhananya pernikahan masa lalu. Mulai dari urusan prosesnya sampai acara pestanya sampai dandanannya.

Proses dari lamaran sampai pernikahan, alhamdulillah Allah  beri kemudahan. Lamarannya, mmm..... mmmmm.... waduh kok lupa persisnya ya, tapi bulannya sekitaran Juni-Juli deh. Whewwww ... gak merasa penting untuk ingat kapan tepatnya sih, hehehe

Lalu keputusan untuk dapat tanggal 28 September, itu sudah berdasarkan hitung-hitungan para tetua tentang hari baik bulan baik loh. Eeeeiiiits, jangan salah, ini sama sekali gak ada urusan mistik-mistikan wal primbon-primbonan. tetapi murni mencari kebaikan sajah.

Ceritanya, nikah sudah dibulatkan tekad (jaman itu masih jaman soeharto, soal kebulatan tekad masih ngetop loh) akan dilakukan di rumah. Dan tilik punya tilik, pikir punya pikir serta hitung punya hitung, supaya rumah layak untuk dipakai hajatan, setidaknya perlu dibenahi lah sedikit di sana sini. Nah, Rencana pembenahan pleus itung2an bagaimana supaya dana bisa lancar untuk menanggung si benah-benah plus nikah inilah yang akhirnya memunculkan bilangan tanggal keramat itu, 28-September-1996

Semua urusan proses plus pernak-pernik menyiapkan pernikahan praktis "hanya" dikerjakan oleh saya dengan dukungan ibu, bapak dan kakak kedua alias niot. Ya wajarlah, niel kan jauh di Bandung. si Gita masih kecil *gak kecil-kecil amat sih tapi dianggap kecil aja dah*

Mom dan Pop tentu sibuk urusan cari duit, merencanakan pesta dan benah rumah. Niot bantuin bikin undangan. Saya sendiri? ya sibuk sama urusan nyiapin keperluan printil buat hari-H nya. Misalnya nih ya, urusan baju pengantin buat akad dan resepsi saya urus sendiri. Mulai dari merancang model gaun *serius nih, haha, semua hasil saya rancang sendiri dengan ambil inspirasi dari majalah-majalah*, belanja bahan ke Tanabang sampe ngejaitin tu gaun ke tukang jait.

Oh ya, sprei, sarban, sargul, gorden jendela dan gorden pintu juga saya yang beli bahannya dan bawa ke tukang jait untuk dibuatkan.

Urusan pinjem dekorasi dinding juga saya lakukan sendiri dengan jauh-jauh pergi ke Kampung Melayu sana. Sekarang sih udah lupa deh persisnya dimana tu tempat. Yang jelas ada satu orang yang berjasa banget bantuin semua urusan ngoprek rencana pernikahan ini yaitu sohib saya Yesi Maryam, yang waktu itu masih kuliah di Ilmu Politik. Dia itu deh tu yang bantu segala urusan nata meja, ngatur kepanitiaan sampe nganter minjem dekorasi.

Di hari pernikahan pun boro-boro ada barisan panitia berbaju seragam plus pager bagus dan pager ayu yang berbaris rapi terima tamu. Lah wong saya sebage sang penganten sajah gak ada acara riasan apapun, kecuali seulas tipis bedak. Buktinya bisa dilihat deh di fotonya kan... hahahaha

Tapi dulu ya kayak gitu sih senang saja, hepi saja, bukan juga jadi sedih wal muram durja. karena bagaimanapun rasanya menikah waktu itu lebih banyak terasa semangat jihadnya daripada semangat pestanya deh *weeewwwww, ihik...*

Sehingga acara pernikahan pun terasa tetap khidmat meski ada anak meraung-raung minta sedotan bengkok di tengah kekhusyukan pesta. Ah, soal ini mudah2an bisa dilanjutkan dalam cerita pernikahn berikutnya saja. Sebab, ala kulli haal, saat ini saya merasa sangat bersyukur. Sudah melampaui masa 17 tahun pernikahan, memiliki 3 anak yang solih, solihat, lucu, keren, menyenangkan, dan kehidupan keluarga kami sampai saat ini terasa terus membahagiakan.

Nah, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More